Total Pageviews

Rabu, 21 Desember 2011

Renungan Gelimangan Sampah

Dalam muda ku yang lebih awal
Tersia di dunia yang fana
Bergerak tertendang kesana kemari
Tak dihirau sakit badan ini
Terus terkoyak cabikkan waktu
Ingin ku membatu saja
Kan lebih terlihat mentari buta

Saat dingin menerpaku dalam gulita
Tiada selimut sinar bulan
Ketika tangisku menyalju pula
Tiada terhirau lagi
Bersujud yang ku ingin
Hanya do’a ku panjatkan
Terbanglah padaku dari-Mu
Anugerah…

Siang menjelang tinggi mentarinya
Dan hangus badanku penuh peluh
Lagi – lagi itu…
Pandangan lurus tak ke daku
Berpaling yang terus saja
Kata ku selalu, Ya Tuhan…
Letakkan tatapannya kepadaku
Tuhan… do’aku itu…
Itu sajalah…

Dewasalah hidupku yang lebih tua
Kusam wajahku ini
Tapi,.. tak berubah yang dulu
Makin terinjak oleh sepatu keras

Dengarkah Kau Maha Mendengar?
Taukah Dirimu Maha Mengetahui?
Tiada akhir penderitaan ini
Bak jalan tak berujung

Namun, relaku sudah diujung hayat
Saat memekikkan isyarat menyerah
Tegarku datang memanggil
Berbisik pelannya…
Keajaiban akan memelukmu segera
Fikirku berharap…
Dalam derita yang sangat
Selalu begitu…

Sampai ujung hayatku tua
Reot tubuhku tak berkeras
Remuk tulang tiada terasa lagi
Terpaksa membelakangi jalan
Dan berjalan lurus kembali
Mencari keadilan yang hilang
Dari-Nya…
Ketika harap t’lah tiada…

Selasa, 20 Desember 2011

Saat Kau Tanya


Jarum detik berputar dengan pasti
Kan berlalu saat waktunya tiba
Waktu merangkak dalam hidup
Yang menua tiada kiranya

Bila malam timbul gelap
Panas siang terangnya mentari
Terus saja tiada ubah
Tak tunda yang pasti adanya
Dilawan kan percuma jua

Jika detik memutar menit
Dan jam berputar pelannya
Hari beralih bulan dan matahari
Terus mengganti bulan demi tahunnya

Sejak hidup adalah berubah
Tak berarti semua
Kelak yang menahan ada rupanya
Kau tak lihat atau rasa

Walau saat kau Tanya
Kepada Tuhanmu sekalian
Di sujudmu setiap waktu
Bersama rintihan menerus
Tak temu kau jawabnya

Ketika hatimu resah hampa
Ingatlah ketika kau katakana

“Seberapa besar kau setia?”
Pada daku ini
Walau termenung sejenak
Menerka dengan bimbangku
Jika mulut beku
Hati tak akan mampu bisu

Saat kau Tanya lagi
Ia jawab dengan lugunya
“AKU SE-SETIA DIANTARA DUA HATI”
Lalu kau pun terpana
Menangis pilu dalam cinta

“Saat kau bimbang dalam perasaanmu kepadaku. Bimbang dengan kesetiaanku, ingatlah kati dariku yang tak akan terhapus dalam puisi ini. Seperti cintaku yang tak akan pernah terhapus oleh dua hati sekalipun.”


Karya          : Sir Limada Iqbal
Tanggal         : 18 Mei 2011

Saat Lautku Terkenang


Luas terbentang biru permadani
Beserta hamparan butir pasirnya
Pesona terpancar begitu indahnya
Dan gumpal awan tetap mengayomi

Kerudung putih menutup mentari
Dalam panas yang membakar ari
Semangat pengayuh perahu ini
Mengais rezeki dan do’a sembari

Laju sirip enggan hentinya
Terus maju tiada habisnya
Menantang jaring-jaring lebar
Bak pendekar yang kekar

Walau tsunami kadang menerjang
Luluh-lantakan semua  orang
Namun harap yang selalu melayang
Itu sajalah yang terkenang



Karya      : Limada Iqbal
Tanggal   : 19 Mei 2011

Saat Surau Memanggilmu


Mentari menutup lelah diri
Dalam rona kemilau hari
Membarat tersenyum menantang
Tak terlintas kedipan pandang

Hela nafas terlalu dalamnya itu
Alir merah darah yang menyatu
Detak jantung tiada hentinya
Ijinkan tetap menatap anugerahnya

Saat serak surau menggelegar
Bak petir besar yang menyambar
Islam yang kemudian mendengar
Petunjuk yang kembali tersiar

Terpanggil lagi sujud umat berdosa
Di naungan kemerahan langit kelam
Langkahkan letih kaki tak kuasa
Topang reot kulit yang kembali kusam

Wahai insan yang telah lurus
Diamlah dengan kusyuknya
Fikir yang melayang terbius
Letakkan ke sajadah dahinya

Ketika yang sedang pagi ingkar
Acuh dan kembali tak hirau
Walau tangannya ingin kekar
Kuat kaki yang tiada injak surau

Akan taubat merasuk badan?
Kaula terus menerus menua
Cepat idam pahala itu semua
Tuk raih ridho terindah Tuhan


Karya        : Sir limada Iqbal
Tanggal       : 11 Juni 2011

Salah Terima Maksudku


Hembusan udara dalam otak
Lari merah kepingan sel darah
Melaju bak kereta tak terhenti
Selama detak jantung berdentang

Tanah bernyawa tlah berfikir
Dalam hati yang perasa jua
Tantang hari ais hikmah
Pindah setan bimbang malaikat

Sejak mata lirik biru langit
Dalam anugerah-nya itu
Linangan bersama senyum tangis
Asa tak terbaca jua rupanya

Lihat jari-jari tiada berdosa
Tiada sama satu dengan lain
Ragam banyak berkumpullah
Ketahui mana tak sama jua

Rantai suara mengudara keras
Lembut bisik tiada terdengar
Pompa jantung kehidupan lain
Sadar diri sama lainnya itu

Terka hati mata duniawi
Maya adanya ataupun fikirnya
Tenggelam di kubangn toleran
Bak syetan-syetan bertaburan

“There aren’t knows my heart, my feel, my think except Allah SWT.”

Karya      : Sir Limada Iqbal
Tanggal  : 03 Juni 2011